Bilakah Salahuddin Al-Ayyubi yang ke-2 Akan Muncul??!!!
JoM LIFe BerS@M@ RaZiBanNa
Gagasan Minda Razibanna
Artikel ini bukan untuk menghujat, memaksa, apalagi menghakimi. artikel ini hanya REKOMENDASI untuk semua teman2 dan respon kpd tjuk yg dketengahkn shbt sperjuangn. MAU atau TIDAK, SETUJU atau TIDAK, terserah kpd KITA
Paling sedikit ada 3 kerusakan Malam Tahun Baru
Kerusakan PERTAMA : Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir
Seperti telah kami kemukakan dalam sejarah di atas bahwa perayaan tahun baru sama sekali bukanlah tradisi kaum muslimin, namun perayaan tradisi tersebut adalah hasil import dari negeri kafir dan diadopsi serta dimeriahkan oleh kaum muslimin. Sehingga merayakannya berarti meniru-niru orang orang-orang kafir. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah mengabarkan bahwa kaum muslimin akan mengikuti jalan mereka.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
« لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ « وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ »
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jejak orang-orang sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persi dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?”3
Dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”4
An Nawawi -rahimahullah- ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziro' (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.”5
Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan memang benar-benar terjadi saat ini. Berbagai model pakaian orang kafir diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah badan. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”6 Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).7
Kerusakan KEDUA: Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru
Aneh betul. Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini adalah dari orang kafir dan merupakan tradisi mereka.Namun diantara kita ada yang berpendapat. “Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi dengan dzikir berjama'ah di masjid.. Itu tentu lebih manfaat dan dalam rangka mensyukuri nikmat Allah”, demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh melakukan suatu amalan yang dibuat-buat. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus disyari'atkan amalan tertentu ketika itu? Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan.
Jika ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi dengan hal yang tidak bermanfaat, mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat kita baik.”
Maka niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang-orang yang berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud,
وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ.
”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”
Ibnu Mas’ud lantas berkata,
وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.”8
Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.
Perayaan semacam tahun baru juga sudah ada di masa silam. Namun tidak pernah di antara para ulama yang mensyari'atkan pada kaum muslimin agar hari itu tidak sia-sia untuk melakukan dzikir dan amalan lainnya. Para ulama seringkali menyatakan,
لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ
“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita melakukannya.” Ibnu Katsir mengatakan, “Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.”9 Berarti yang tidak mereka lakukan, lalu dilakukan oleh orang-orang setelah mereka adalah perkara yang jelek. Maka begitu pula halnya kita katakan pada perayaan tahun baru. Seandainya perayaan tersebut adalah baik, tentu para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya.
Kerusakan KETIGA:
Terjerumus dalam Keharaman dengan Mengucapkan Selamat Tahun Baru
Karena kita ketahui bersama bahwa tahun baru adalah syiar orang kafir dan bukanlah syiar kaum muslimin. Jadi, tidak pantas seorang muslim memberi selamat dalam syiar orang kafir seperti ini.
Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah mengatakan, ”Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah.
Footnote:
1 Sumber bacaan: http://id.wikipedia.org/wiki/Tahun_baru
2 Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts 'Ilmiyyah wal Ifta', 3/88-89, Fatwa no. 9403, Mawqi' Al Ifta'.
3 HR. Bukhari no. 7319, dari Abu Hurairah.
4 HR. Muslim no. 2669, dari Abu Sa'id Al Khudri.
5 Al Minhaj Syarh Shohih Muslim, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi, 16/220, Dar Ihya' At Turots Al 'Arobiy, cetakan kedua, 1392.
6 HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269.
7 Lihat penukilan ijma’ (kesepakatan ulama) yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho’ Ash Shirotil Mustaqim, 1/363, Wazarotu Asy Syu-un Al Islamiyah, cetakan ketujuh, tahun 1417 H.
8 HR. Ad Darimi. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayid (bagus).
9 Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 7/278-279, pada tafsir surat Al Ahqof ayat 11, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.
10 Ahkam Ahli Dzimmah, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/441, Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1418 H.
Soalan
Sahabat Saya pernah terbaca bahawa haram bagi kita umat Islam menyambut perayaan Tahun Baru pada malam 31 Disember? Apa pandangan ustaz dalam perkara ini?
> Jawapan Ust Zaharuddin
Pertamanya, sebagai umat Muhammad SAW, kita di ajar untuk mengira peredaran hari menggunakan bulan Islam, ia terlebih afdhal. Pengiraan zakat perlu menggunakan bulan Islam bagi mengetahui "hawl" (tempoh wajibnya) sudah sampai atau belum. Justeru, secara umumnya adalah lebih baik untuk kita mengingati bulan Islam ini bagi terus menjaga identity Islam yang tersendiri.
Adapun, menyambut tahun baru Masehi (yang dikira menurut awal kelahiran Nabi Isa as), menurut pandangan saya, ia adalah HARUS secara bersyarat. Syarat-syaratnya seperti berikut :-
* Sambutan tersebut dilakukan atas asas ‘Uruf atau ‘Adat dan bukannya di anggap sebagai suatu upacara keagamaan. Jika ia diasaskan atas dasar ibadah maka ia perlu mempunyai sandaran dalil yang jelas. Bagaimanapun jika menyambutnya atas asas adat dan diisi dengan progam keagamaan, maka saya masih merasakan HARUSNYA kerana ia termasuk di bawah umum kelebihan majlis ilmu.
Justeru, sambutan tahun baru menurut adat setempat adalah HARUS DENGAN SYARAT berdasarkan penerimaan Islam terhadap adat yang tidak bercanggah dengan Islam. Kaedah Islam yang menerima adat seperti ini adalah " Al-‘Adat Muhakkamah"
Ertinya : "Adat yang tidak bercanggah dengan Syara' boleh menentukan hukum sesuatu perbuatan dan tindakan". (Rujuk Al-Madkhal al-Fiqhi Al-‘Am, Syeikh Mustafa Az-Zarqa, 2/885 ; Syarh alQawaid al-Fiqhiyyah, Syeikh Ahmad Az-Zarqa, ms 219).
Terdapat satu keadah lain berbunyi : " Innama tu'tabaru al-‘Adat iza attaradat aw ghalabat "
ertinya : Sesungguhnya diiktiraf sebagai adat (yang tidak bercanggah) apabila ianya berterusan dilakukan dan dilakukan oleh majority". (Al-Qawaid al-Fiqhiyyah, Ali Ahmad An-Nadawi, ms 65)
* Tiada percampuran rambang lelaki dan wanita yang bukan mahram yang dikebiasaan membawa kepada maksiat. Bagaimanapun, syarat ini hampir mustahil untuk dijaga pada zaman ini kecuali di Kelantan atau dalam sebuah Negara yang pemimpin dan rakyatnya mempunyai ilmu agama yang baik. Justeru, sambutan akan menjadi haram jika syarat ini tidak dijaga.
* Tidak dicampur adukkan dengan hiburan-hiburan yang bertentangan dengan kehendak Islam. Seperti lagu-lagu memuji muja kekasih, wanita, arak. Tidak kira samada ianya lagu biasa atau nasyid (terutamanya dengan kebanjiran kumpulan nasyid hari ini tersasar dari tujuan asal mereka sehingga memperkenalkan lagu-lagu memuji-muja wanita sebagai kekasih).
* Kandungan majlis sambutan ini juga mestilah bertepatan dengan kehendak syara'. Majlis sambutan tahun baru dengan penganjuran majlis ilmu sebagai mengambil sempena cuti umum adalah diharuskan pada pandangan saya.
Sekian
Ust Zaharuddin
- Fakta mengenai Alam Sekitar kita yang menghampiri kemusnahan akibat tangan2 manusia
- Perancangan tersirat Gerakan Freemasonry (Gerakan Underground YAHUDI!!)
Jom kita saksikan Filem 2012... Buka mata & buka Minda.. Bahaya perancangan mereka...
Teringat saya pesan abah dulu-dulu. Sampai sekarang ia masih terngiang-ngiang dan saya mengharapkan agar pesan abah itu menjadi sumber pahala yang berterusan kepadanya.
Kata Abah, di saat-saat saya bakal menduduki SPM, “Doakan agar hati kita terang untuk menerima ilmu, bukannya doa kejayaan begitu sahaja.” Pesan abah itu luas maknanya. Makna pesan abah adalah, ilmu bukan sekadar untuk dicurahkan ke dalam kertas peperiksaan tetapi adalah sebagai penghias amal kehidupan.
Pesan abah itu, sampai sekarang masih melekat dalam hati. Seperti api, ia terus marak membakar dan seolah-olah tidak akan padam.
“Papa, tok abah dulu garang tak?” Fathiyah bertanya. “Sayang, tok abah tak garang. Tok abah baik. Tok abah yang suruh papa hafal Quran. Tok abah yang nasihat papa agar jadi anak yang soleh. Tok abah yang nasihatkan papa agar jadi pemimpin masyarakat yang berilmu dan berpengetahuan,” terang saya.
“Kenapa papa pilih mama?” terkejut saya mendengar soalan itu. Namun cepat-cepat saya sembunyikan riak wajah saya yang berubah. Saya perlu menjaga hati anak kesayangan saya ini. “Pada along, mama macam mana?” saya sengaja bertanya balik.
“Mama baik papa. Mama selalu pesan kat along, along along, kalau along nak masuk syurga, along mesti sayang Allah, sayang nabi, sayang mama dan papa,” kata Fathiyah sambil mengajuk cara isteri saya bercakap. Pecah ketawa saya. Fathiyah turut ketawa.
“Lagi, apa lagi mama bilang?” tanya saya lagi. « Erm, mama kata, mamay sayang sangat dengan papa. Sebab, papa yang banyak menanam rasa cintakan akhirat dalam diri mama. Mama kata, mama sayang papa bukan sebab papa orang yang ada nama. Tapi mama sayang papa sebab papa selalu curah ilmu dan ajak mama ingat akhirat,” sayu saya mendengar ulah anak kecil itu.
Saya mencubit pipi Fathiyah. “Along, hidup kat dunia ni tak lama. Along, mama, Faqih, adalah harta papa untuk bertemu Allah kelak. Masa papa pilih mama dulu, mama bagitau yang papa hanya tiket ke syurga. Mama pilih papa dengan harapan papa membimbing ke syurga. Along nak masuk syurga?”
“Nak nak, mestilah along nak masuk syurga papa. Dalam syurga along nak main Barbie. Auntie Aisyah kan suka main Barbie dengan Nabi Muhammad papa?” saya tersenyum mendengar ulahnya.
“Along nak masuk syurga sebab along nak tengok muka Nabi Muhammad. Along nak minta coklat dengannya. Along nak bagitau, Pakcik pakcik, papa tak bagi along makan coklat. Pakcik marah papa pakcik,hihi,” haha, ketawa kami dengan lelucon budak seusia empat tahun itu. macam-macam karenahnya.
“Papa, mama bilang, bau neraka busuk. Penghuni neraka tak dibenarkan mandi. Takde syampoo, takde sabun, takde Barbie. Along taknak masuk neraka. Along nak mandi kat syurga. Papa, kat syurga ada pantai tak?” saya mengangguk-angguk sahaja. Geli hati saya dengan anak yang sebesar itu.
“Ha, papa tak jawab lagi soalan along,” alamak, budak ni masih ingat lagi soalannya. Saya menarik nafas panjang. “Ala, along tidur dulu ye. Nanti esok-esokla papa cerita,” saya berhelah. Fathiyah mula menarik muka masam. “Papa ni,” panjang je muncung mulutnya. Saya tergelak. Bertuah betul budak ni.
« Ha, jangan lupa baca tasbih Auntie Fatimah, » pesan saya sambil menyelimutkan Fathiyah. Saya perlu menyambung pembacaan saya tentang kitab Fathul Bari karya Ibnu Rajab al-Hanbali. sengaja saya ingin mencari titik persamaan dan perbezaan antara metodologi Ibnu Rajab al-Hanbali dan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam mensyarahkan Sahih al-Bukhari.
Fathiyah menyalami tangan saya dan mengucupnya, seraya saya mencium pipi dan dahinya. Dalam dahi saya mendoakannya agar benar-benar menjadi hamba sebagaimana Maryam yang memasrahkan hidup untuk berbakti kepada Allah.
Saya mendengar sayup-sayup anak saya itu membaca tasbih Fatimah. Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu akbar.
Saya ke ruang tamu. Isteri saya masih menelaah buku dan menghafal beberapa keratan hadis. “Belum mengantuk lagi ke sayang?” saya bertanya. Jarang saya memanggilnya begitu. Kadang-kadang saja, untuk mengambil hati dan mencuri perhatian. Kuikui. Biasanya saya hanya memanggil nama.
“Belum bang. saya merenung ayat dalam surah al-Rahman. Mengapa Allah mendahulukan ayat kedua berbanding ayat ketiga. Mengapa mesti Allah menyebut, “Yang mengajarkan al-Quran” terlebih dahulu daripada “Yang menciptakan manusia”. Logiknya, mestilah menciptakan manusia dulu kan?” saya merapatinya. Saya berasa bangga sekali memiliki isteri yang begitu rajin merenung kebesaran Allah.
Setiap kali kami dalam perjalanan jauh, pasti kami menghabiskan masa dengan berbincang tentang ilmu, dakwah, tarbiah, suasana politik dan keadaan umat Islam masa sekarang. Beliau ternyata seorang isteri yang cekal dan tabah.
Isteri saya bukanlah orang yang terbaik. Namun ia adalah orang yang paling berkenan dalam hati saya. Dan saya dapat rasakan isteri saya orang yang paling sesuai dengan saya. Teringat balik saya dengan persoalan Fathiyah tadi.
“Fathiyah, along tak tau bahawa mama along ni seorang muslimah yang sangat istimewa dalam hati papa. Bersama mama, papa berasa iman papa sentiaa meningkat. Itulah keistimewaan mama kamu, anakku,” bisik saya dalam hati sambil menarik hidung telinga isteri saya.
“Adoi, abang ni memang nak kena,” laung isteri saya dan saya mula melarikan diri sambil tergelak ketawa.
> Salam ukhuwwah dan Infiniti kemaafan kpd sahabat2 UiTM Jengka sepanjang perkenalan kita...
> Andaikata sepanjang perkenalan saya/ana ada terbuat apa2 kesalahan secara sengaja atau tidak sengaja, secara sedar atau tidak sedar, mohon sangat2lah DIMAAFKAN DUNIA AKHIRAT...
> Bagi yang saya/ana ada BERHUTANG ape sahaja dengan sape2, boleh lah tuntut dengan mengSMS 014-8121143...
> InsyaAllah, bagi sape2 yang ada salah ngn saya/ana, TELAH di ampunkan..
> Moga ukhuwwah Fillah yg terbina HANYA KERANA ALLAH..
> Bertemu dan Berpisahlah kerana ALLAH... InsyaAllah kita akan sama2 mendapat perlindungan Allah di Akhirat... ameen
> Mana yang baik yang boleh diambil dari saya/ana sama2lah kita amalkan... Mana yang BURUK dan TAK BAIK yang dtg dari saya/ana, sama2 lah kita hindarkan...
“Hari ni ustaz akan bacakan kalam hikmah Ibnu Ataillah al-Sakandari untuk dijadikan renungan kita bersama,” saya memulakan pengajian Kelas Tafsir bersiri dengan kata-kata sufi sebagi usaha membersihkan diri.
“Bagaimanakah hati boleh bercahaya sedangkan dunia masih melekat dalam hatinya,” saya memulakan dengan ungkapan pertama dengan sedikit perasaan sebak. Alangkah, sekiranya syaitan hanya menyesatkan manusia dengan gula-gula keduniaan, mungkin masih ramai manusia yang mampu bertahan.
Namun yang paling menakutkan adalah apabila syaitan memperdayakan manusia dengan permainan akhirat. Ia telah menyebabkan ramai ulama yang telah tenggelam dan ditewaskan.
“Saya belum faham apa maksud abang tu,” isteri saya masih mahukan penjelasan yang detail. Saya memegang tangannya erat. “Syaitan cuba sedaya upaya menimbulkan rasa ujub dalam diri manusia itu sendiri. Ini menyebabkan kadang-kadang mereka beribadat kerana ingin menjadi hebat. Ada kalangan mereka beribadah kerana ingin mendapat karomah di sisi Allah. Mereka melihat kepada ibadah namun ibadah mereka tidak mendekatkan diri mereka kepada Allah,” saya tahu isteri saya masih belum memahami sepenuhnya.
Ya, bagaimana hati kita bleh berkilauan dengan cahaya keimanan sedangkan kekotoran dunia masih terlalu melekat dalam diri mereka. Sepatutnya dunia dijadikan tanaman atau ladang untuk akhirat namun sebaliknya yang berlaku.
Teringat saya apabila Fathiyah bertanyakan soalan suatu malam, ketika ia hampir sahaja menutup mata setelah saya membacakan kisah Nabi Daud as yang bertaubat kepada Allah.
“Papa, kenapa kita hidup di dunia?” tanya anak saya seraya menggenggam erat jari telunjuk saya. Saya mencium dahinya. “Along, kita hidup untuk beribadah kepada Allah,” jawab saya perlahan. “Kenapa kita perlu beribadah kepada Allah, papa?”
Belum sempat saya menjawab, anak sulung saya itu terus menjawab persoalan yang dicetuskan olehnya sendiri. “Untuk kita hidup di akhirat dengan baik kan papa?” saya mengangguk-angguk. Sekali saya saya mencium dahinya sambil mendoakannya.
Untuk hidup dengan cemerlang di akhirat. Maka perlu bersifat zuhud. Zuhud itu maknanya tidak melihat dan tidak menoleh ke arah dunia. Dunia adalah tempat persinggahan sementara kita menuju ke sebuah alam yang kekal abadi. Di alam itulah akan ditentukan sam ada kita ke syurga atau ke neraka.
Saya bertemu dengan sahabat-sahabat Fakulti Kedoktoran semalam. Kami bermuhasabah dengan penuh kerdup keinsafan. Saya menyatakan kepada mereka, “Jika kamu mencari pasangan yang berfikrah seperti kamu sahaja, maka pandangan kau amat sempit. Tetapi jka kamu mencari ‘hamba’ untuk meneman hidup kamu, maka pandangan kamu adalah merangkumi dunia dan akhirat,” jelas saya.
“Apakah kita sekadar mencari pasangan hidup yang hanya membolehkan kita pergi usrah? Atau membenarkan kita pergi ke program latihan? Itu pandangan yang masih sempit. Sepatutnya kamu semua berusaha mencari pasangan yang akan menanam jiwa kehambaan dalam diri kamu dan mendekatkan kamu kepada Allah,” mereka semua terlopong mendengar penerangan saya.
Pasangan yang boleh mendekatkan diri kita kepada Allah, bukan sahaja akan menjadi pendorong kepada kita untuk aktif berjuang bahkan akan sentiasa memberikan peringatan kepada kita tentang kedahsyatan akhirat dan sentiasa menyiram hati kita dengan air keimanan.
Saya menegaskan sekali lagi di dalam kelas, “Bagaimana hati seseorang itu akan bercahaya sedangkan duna masih melekat dalam hati mereka.”..................
- Salam Takziah buat ustaz Ramadhan di atas ujian yang menimpa..
- Mohon sahabat2 yang melawat blog ana, doakan keselamatan Nur Fatimah yang kini berada di Unit Rawatan Rapi (ICU) Hospital Putrajaya,
- sebenarnya doktor sendiri hingga ke saat ini masih tidak dapat mengenal pasti apakah 'punca' sebenar Fatimah yang sihat dan ceria pada pagi Khamis yang lepas ketika dihantar ke nurseri tersebut pada waktu pagi, tiba-tiba boleh mengalami kekejangan dan kemudian terus tidak sedarkan diri pada tengahari hari yang sama. Dalam masa 3 jam sahaja, Fatimah berubah keadaannya. Beberapa siri ujian yang dilakukan oleh doktor setakat ini, masih belum dapat mengesan punca sebenar apa yang terjadi kepada Nur Fatimah.
- Sama-samalah kita mendoakan agar Nur Fatimah selamat dan tabah menghadapi ujian sakit ini. Tubuh beliau terlalu kecil untuk menanggung kesakitan yang seperti ini. Pedih dan pilu hati ini melihat si kecil tersebut terlantar sakit, berwayar-wayar dicucuk ke sana sini di tubuh kecil beliau.
- Moga Ust Ramadhan, Kak Khadijah, Ustazah Fauziah sekeluarga terus tabah menghadapi ujian ini. Saya secara peribadi amat kagum dengan kekuatan yang dimiliki oleh Kak Khadijah. Beliau nampak tenang dan kuat menghadapi semua ini. Teladan yang cukup baik telah beliau tunjukkan, mungkin inilah hasil tarbiah yang cukup kuat mengcengkam hati srikandi yang berjaya menawan hati Ust Ramadhan ini.
- Sumber : http://srikandiharakah.blogspot.com
Sejuta harapan terus ku pertahankan
Bukan mudah menggapai bintang
Bersilih dugaan mendatang
Di sebalik kepayahan
Di situlah kekuatan
Tekad hati azimat di perjalanan
Mengejar impian
Pabila laluan seakan sukar
Bagai tak terdaya untuk terus bertahan
Namun kasihMu menyedarkan
Aku tak pernah sendirian
Di sebalik kepayahan
Di situlah kekuatan
Tekad hati azimat di perjalanan
TInggi langit mimpi ini
Tak ku ragu untuk membuktikan
Indah bintang yang terang bukan khayalan
Tetapi kenyataan
Akan kau saksikan kesulitan ini
pasti berganti kebahagiaan
Telah pun kau dengar kisahku ini
“Papa, along nak jumpa nabi. Nanti along nak kenalkan papa dengan nabi. Along nak bagitau, pakcik pakcik, ini papa Fathiy, papa Fathiy sayang kat pakcik. Papa bagitau pakcik orang baik,” tergelak saya apabila Fathiyah membahasakan nabi sebagai pakcik. Macam-macam budak sorang ni.
“Papa tau tak, mama kata mama sayang nabi lagi daripada papa. Papa tak cemburu ke?” Pecah ketawa saya mendengar soalan yang bukan-bukan tu. “Papa tak cemburu pun. Sebab bukan nabi nak kawen pun dengan mama kamu tu. Mama kamu tu pun nak kawen dengan papa je, dunia akhirat,” kata saya sambil meleretkan mata ke arah isteri saya yang tidak habis-habis dengan membaca buku. Tapi membaca buku sekejap, terus je terlelap.
Read to sleep, tu la yang saya guraukan dengan isteri saya.
Isteri saya pernah bagitahu, Fathiyah menangis seorang diri suatu petang. “Kenapa along nangis awak?” tanya saya. Kami ketika itu baru sahaja selesai mengulang al-Quran di beranda rumah.
“Entahla bang. Along kata dia rindukan pakcik Muhammad,” jelas isteri kesayangan saya tu sambil mengucup mashaf al-Quran. Saya terkejut. “Siapa pakcik Muhammad tu.” Isteri saya tersenyum lebar.
“Nabi Muhammad, bang. Tu yang saya terkejut tu. Dahla dia panggil nabi pakcik Muhammad. Tapi lama dia nangis bang. Dia bagitau saya, Pakcik Muhammad suka budak-budak. Da taknak jadi orang besar sampai bila-bila,” saya terkedu mendengarnya.
Rutin hidup kami, malam dipenuhi dengan tahajud dan munajat. Saya kagum mempunyai isteri yang sanggup bersengkang mata untuk bertahajud. Pernah isteri tertidur dalam sujud. Namun Allah ketawa dengan orang yang tertidur dalam sujud.
“Sebab tu saya tidur dalam solat bang. Sebab Allah ketawa,” kata isteri saya sambil ketawa. Saya terus tarik hidung dia, “Oh, nak tidur dalam solat kan. Nah, abang tarik hidung awak,” gurau saya. “Ala abang ni, nanti hidung saya panjang, hodoh, abang juga yang malu,” nak pecah perut saya mendengar katanya.
Bilang isteri saya, “Orang perempuan, walaupun tidak boleh solat sebab uzur, tapi kena bangun untuk berzikir dan baca wirid.” Itu yang membuatkan saya semakin mengagumi wanita yang berhati tabah itu. Setiap Isnin dan Khamis, kami berpuasa dan berbuka bersama sekadarnya cuma.
Fathiyah juga sudah belajar berpuasa. Namun puasanya hanya sekerat hari. Dia mahu sahaja menghsap jarinya. “Papa tak tau, jari along ni, keluar air susu. Best,” ada saja omelannya.
“Papa, Makcik Aisyah kirm salam pada papa dan mama,” kata Fathiyah. Makcik Aisyah. Siapa pula Makcik tu. Takkan peminat saya pula. Ceh, perasan pula lebih, hehe.
“Siapa makcik Asyah tu, awak?” tanya saya pada isteri saya.
“Entahlah bang, along bagtau, Makcik Aisyah selalu datang dalam mimpi dia dan baca hadis. Saya pun tak tau siapa,” saya tercengang.
Makcik Aisyah? Sang Humaira’? Saya mula galau................
Ku merintih…aku menangis …
Ku meratap…aku mengharap…
Ku meminta dihidupkan semula,
Agar dapat kembali ke dunia nyata.
Perjalanan rohku,
Melengkapi sebuah kembara,
Singgah di rahim bonda sebelum menjejak ke dunia,
Menanti di Barzakh sebelum berangkat ke mahsyar,
Di perhitung amalan penentu syurga atau sebaliknya.
Tanah yang basah berwarna merah,
Semerah mawar dan juga rindu,
Tujuh langkah pun baru berlalu,
Seusai talking bernada syahdu.
Tenang dan damai di pusaraku,
Nisan batu menjadi tugu,
Namun tak siapa pun tahu resah penantianku…
Terbangkitnya aku dari sebuah kematian,
Seakan kudengari tangis mereka yang ku tinggalkan,
Kehidupan di sini bukan satu khayalan,
Tetapi ia sebenar kejadian..
Kembali roh kembali,
Kembalilah ke dalam diri,
Sendirian sendiri,
Sendiri bertemankan sepi,
Hanya kain putih yang membaluti tubuhku,
Terbujur dan kaku jasad di dalam keranda kayu…
Ajal yang datang di muka pintu,
Tiada siapa yang memberitahu,
Tiada siapa pun dapat hindari,
Tiada siapa yang terkecuali..
Lemah jemari nafas terhenti,
Tidak tergambar sakitnya mati,
Namun tak siapa pun tahu resah penentianku…
Jantung berdegup kencang,
Menantikan malaikat datang,
Menggigil ketakutan gelap pekat di pandangan,
Selama ini diceritakan ..
Saya sedang asyik membaca karya Muhammad Ahmad al-Rasyid ketika anak saya Fathiyah bertanyakan soalan, “Papa, mengapa papa dan mama selalu bangun pagi-pagi hari untuk solat? Papa dan mama tak mengantuk ke?”
Saya tersenyum melihat telatah anak saya yang baru memanjat usia empat tahun. Ia gemar sekali bertanya. Macam-macam yang ditanya. Pernah juga anak kesayangan saya bertanya dari mana adiknya Faqih keluar. “Mama tak sakit ke masa perut mama dibelah untuk ambil adik?” Saya dan isteri hanya mampu tertawa mendengar soalan anak kami yang tidak pernah putus dengan soalan.
“Along rasa papa dan mama mengantuk tak?” saya bertanya balik. Saya sendiri masih dalam proses belajar menjawab persoalan kanak-kanak kecil agar sesuai dengan citarasa saya. Pernah abah dulu marahkan saya sebab tidak pandai melayan karenah adik saya Sumaiyah ketika dia berumur umur enam tahun.
“Kalau along tanya, papa jangan marah ye. Papa, papa janji jangan marah ye,” macam-macam karenah anak kesayangan saya ni. Saya mengangguk-angguk kecil sambil menghulurkan jari kelingking ke jari kelingkingnya. Kami tersenyum. Isteri saya yang sedang menelaah al-Quran memasang telinga dari kejauhan.
“Tadi along tengok papa dan mama nangis. Kenapa papa dan mama nangis? Allah marah papa dan mama ke?” terkejut saya mendengar pertanyaaan sebegitu. Astaghfirullah, berat sungguh persoalan tu. Saya langsung tidak menyangka anak sulung kami itu mengintai kami dari jauh. Isteri saya kelihatannya turut tersentak.
“Along tengok ke?” saya bertanya balik. Fathiyah mengiyakannya. “Tiap-tiap malam along tengok. Papa sebut, Ya Allah, kami banyak berdosa pada-Mu. Papa dan mama buat banyak dosa ke? Along taknak papa dan mama masuk neraka. Along nak kita semua masuk syurga. Sebab tu along baca quran banyak-banyak. Along nak doa pada Allah supaya Allah masukkan papa dan mama masuk syurga. Along masuk neraka takpe, asal orang yang along sayang masuk syurga.”
Dan saya terdiam seketika.
Teringat saya ketika saya berbincang dengan isteri suatu hari, di awal-awal perkahwinan kami. “Kalau awak, awak mahu anak yang macam mana?”
Isteri saya berfikir sejenak. Kami gemar sekali berbincang. Biasa bagi kami untuk mengulang al-Quran bersama-sama. Sebelum tidur, paling kurang dua kali dalam seminggu saya akan menceritakan kisah para anbiya’ dan kisah-kisah teladan lain kepadanya.
Dalam dua kali seminggu juga, saya akan mengajarkannya kitab tafsir, hadis dan sedikit berkaitan tazkiyah jiwa. Yang lain, saya terpaksa menghabiskan masa dengan masyarakat. Isteri hanya sempat mengikut saya menyampaikan kuliah berdasarkan kelapangan yang ada.
Beliau juga ada tugas tersendiri. Rumah kami juga telah dijadikan kelas fiqh Wanita yang dikelolakan oleh isteri saya sendiri. Hidup kami sarat dengan ilmu dan ibadah serta jihad. Kami tidak mahu menyia-nyiakan hidup kami dengan bercinta semata-mata. Itu adalah asas untuk kami bergerak lebih laju dan mantap dalam mengejar redha dan ampunan Allah.
“Saya mahukan seorang anak yang berilmu dan takut melakukan maksiat,” kata isteri saya dengan penuh harapan. Isteri saya sendiri sebenarnya seorang yang sangat takutkan maksiat. Acap kali saya melihat ia menangis dalam munajatnya. Saya sendiri terdidik dengan akhlak isteri saya itu.
“Abang juga mahukan anak kita seorang yang sangat rajin melakukan ketaatan kepada Allah, takut melakukan maksiat dan berilmu. Impian kita adalah sama,” kami tersenyum.
Anak kita mesti menghafal al-Quran dan hadis. Ia mesti dididik dengan tawadhu’ dan takutkan Allah. Maka jika kita mahukan anak yang begitu, kita mesti rajin bertahajud, berdoa, menjaga makanan, menjaga hubungan dengan orang alim dan masyarakat dan sebagainya.
“Papa, mengapa papa diam je? Along tanya ni,” saya terjaga dari lamunan. Fathiyah masih menanti dengan penuh harapan. Saya menarik tangan anak saya ke ribaan dan memeluknya erat. Sambil mencium ubun-ubunnya, saya berbisik perlahan,
“Papa dan mama takutkan Allah, nak,” dan saya tidak mampu menahan deraian air mata......
("ART FOR ALL")
Program Tayangan & Pembongkaran Gerakan Freemasonry
(Gerakan Underground Yahudi La'natullah)
17/8/09 : "Jalan - Jalan Cari Makan"
Seminar Makanan Halal Haram Follow Up daripada the night of truth tentang alternatif kita untuk memBOIKOT!!! barangan Yahudi...
Antara penceramah yang dijemput :-
> Sepanjang cuti semester ni ana mengalami pelbagai kejutan.
> Ada kejutan yang menyedihkan untuk ana & ada yang mengembirakan untuk ana
> Namun, ana tetap redha dengan ketentuan ALlah....
> Apa kejutan2 tu?... hmmm, x pe lah.. cukuplah ALlah & Ana je yang mengetahuinye.
> "Ya ALlah, moga setiap yang engkau tetapkan untuk ku adalah yang terbaik buatku"
Buat semua yang mengenali diri ana, mohon maaf dari dunia sampai akhirat, yang sengaja atau tidak sengaja,yang sedar atau tidak sedar...Ampun maaf ana mohon dari antum & antunna semua...
Ana memang seorang manusia yang lemah & hina di sisiNya... (",)
2 : Taklimat diberikan kpd semua petugas2 oleh pengarah sukan
3 : Suasana pagi hari yang tenang di padang pertandingan....
1 : Razibanna bersama pemuda Puchong bersiap sedia untuk bertugas.
2 : Beberapa org dari kontijen tuan rumah Selangor baru tiba.
3 : Acara perbarisan oleh semua kontijen2 dari seluruh negeri.
4 : Jersi yang ditaja oleh HPA kpd PASTI Terengganu...
Selangor & Pulau Pinang Berjaya masuk ke Perlawanan Akhir Bola Sepak & Untuk Bola Jaring Selangor & Kelantan berjaya layak ke Peringkat Akhir...
1 : Skuad Bola Sepak Selangor & Pulau Pinang sedang bergambar
2 : Para penonton sedang menyaksikan perlawanan
3 : Adik2 PASTI bersedia untuk bertempur
4 : Pulau Pinang sedang menyerang ke gawang Gol Selangor...
Namun negeri tumpah darah ku berjaya Menjadi Juara...
1 SELANGOR VS PULAU PINANG 0
1 : Ustaz Nasaruddin Hasan Tantawi (Ketua Dewan Pemuda PAS Pusat )sedang menyaksikan perlawanan Akhir Bola Sepak
2 : Ucapan Perasmian penutup oleh Ustaz Nasaruddin Hasan Tantawi (Ketua Dewan Pemuda PAS Pusat )
Antara isi ucapan beliau adalah
- "Badan yang Sihat akan lahirkan otak Cerdas"
- Adik2 PASTI mempunyai bakat yg perlu digilap bg menyelesaikan masalah bola sepak negara yg x habis2 & lebih hebat dr RONALDO dr MU
- Menjadi contoh pendidikan yang bukan sahaja Ilmiah dlm pendidikan dalam kelas malah Ilmiyah di luar Kelas
Semoga adik2 PASTI & semua yang terlibat mendapat keredhaan ALlah
Mari kita sama2 jayakan pendidikan yg Syumul JAUH DARI PENYAKIT SEKULAR!!!
Ketahuilah wahai para pemuda pemudi Islam, bahawa dalam sejarah kebangkitan bangsa-bangsa, pemuda pemudi selalu memiliki peranan yang besar dan strategik, kerana untuk menuju kebangkitan bangsa diperlukan daya kekuatan berupa keyakinan yang kuat, ketulusan, semangat yang jujur, kesungguhan dalam kerja dan pengorbanan.
Dalam hal ini pemuda - pemudilah yang berpotensi untuk itu, kerana pemuda adalah simbol hati yang masih jernih sehingga memiliki keyakinan dan iman yang kuat, kejujuran yang memungkinkan untuk memiliki ketulusan dan keikhlasan dalam beramal, serta semangat yang menggebu yang memungkinkan untuk beramal dengan sungguh-sungguh dan penuh dengan pengorbanan.
Firman Allah SWT :
“Kami ceritakan kepadamu (wahai Muhammad) perihal mereka dengan benar; sesungguhnya mereka itu orang-orang muda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambahi mereka dengan hidayah petunjuk. Dan Kami kuatkan hati mereka (dengan kesabaran dan keberanian), semasa mereka bangun (menegaskan tauhid) lalu berkata: “Tuhan kami ialah Tuhan yang menciptakan dan mentadbirkan langit dan bumi; kami tidak sekali-kali akan menyembah Tuhan yang lain daripadanya; jika kami menyembah yang lainnya bermakna kami memperkatakan dan mengakui sesuatu yang jauh dari kebenaran.” (Al-Kahf : 13 – 14)
Golongan muda (syabab) adalah merupakan asset penting dalam memastikan kesinambungan gerak kerja Islam.
Sirah Rasulullah s.a.w dan sejarah Islam telah membuktikan bahawa golongan ini memainkan peranan penting dalam memastikan tertegaknya panji Allah s.w.t. di atas muka bumi ini.
Ayat di atas telah meletakkan syarat dan asas untuk memastikan golongan ini berjuang dan bersandarkan kepada panduan inilah kita mengambil sikap untuk menjadi golongan syabab li inqaz al ummah (pemuda yang berperanan untuk mengangkat darjat ummah).
Golongan yang ingin menegakkan panji Allah s.w.t. ini perlu memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Allah s.w.t. agar pertolongan Allah s.w.t. dan kemenangan daripadaNya menjadi milik pejuang Islam.
Antara syarat-syarat tersebut ialah:
Syarat Pertama
Syarat pertama yang disebut dalam ayat ini adalah iman yang kental dan hanyalah dengan iman yang sebegini kita akan dapat menjalankan tugas dakwah yang begitu banyak tanggungjawabnya ke atas kita tetapi begitu sedikit pula kemampuan yang kita miliki.
Ciri iman yang perlu kita miliki adalah iman yang ditasdiqkan (dibenarkan) bukan sahaja pada hati dan jiwa kita tetapi iman yang dicernakan dalam bentuk amalan sehingga golongan pemuda tadi menjadi contoh dan tauladan ibarat al-Quran dan al-Sunnah yang berjalan di atas muka bumi.
Syarat Kedua
Syarat kedua adalah al-huda (petunjuk dari Allah s.w.t.). Tugas dakwah adalah tugas untuk memindahkan panduan dan arahan al-Quran ke alam waqi’ie (reality) dan ianya berhajat kepada pentafsiran dan penjelasan permasalahan semasa ummah dengan petunjuk dan hidayah yang digagaskan oleh Islam.
Islam tidak boleh diterjemahkan dalam bentuk abstrak mahupun khayalan. Dengan demikian hanyalah dengan al-Huda dari Allah s.w.t. kita akan dapat menjawab segala persoalan yang dihadapi samada pada peringkat fardi (individu) mahupun jama’i (jamaah) ataupun dauli (antarabangsa).
Syarat Ketiga
Syarat yang ketiga adalah pertautan hati yang antara lain bermaksud untuk memerintahkan kita berjuang dan bergerak sebagai jamaah dan perhimpunan yang hati kita ini ditaut dengan ikatan iman, Islam dn ukhuwwah yang tidak mengenal sebarang perbezaan melainkan taqwa kepada Allah s.w.t.
Ikatan ini adalah ikatan yang simpulannya tidak boleh terungkai dengan permasalahan dan perbezaan furu’ tetapi yang sentiasa diarahkan oleh panduan Al-Quran dan Al-Sunnah.
Syarat Keempat
Syarat keempat yang dinyatakan di dalam ayat di atas adalah konsep haraki (gerakan) apabila Allah s.w.t. menyebut ‘ketika mana mereka berdiri’.
Islam bukanlah merupakan ad-din untuk golongan al-mutafajirin (golongan yang hanya melihat) ataupun al-mutaqa’idin (golongan yang berpeluk tubuh) tetapi ianya bersifat haraki yang dinamik lagi produktif untuk sentiasa melahirkan suatu natijah dan tidak bersifat jumud (beku).
Ini tidaklah bermakna kita mengharapkan kepada natijah yang cepat tetapi ianya adalah merupakan satu rangsangan daya juang yang sentiasa mengharapkan keredhaan Allah.
Seterusnya ayat ini diakhiri dengan ikrar yang mengikat kuat hati pemuda-pemuda tadi kepada Allah s.w.t. dengan syahadah bahawa sesungguhnya Tuhan kami adalah Allah yang mencipta dan memiliki langit dan bumi, dan kami sesungguhnya berikrar bahawa Dialah sahaja yang wajib disembah dan ditaati perintahnya dan kami dengan syahadah ini membebaskan diri kami dari sebarang kompromi dan ikatan dengan sesuatu yang tidak bersifat rabbani.
Ikrar ini adalah sebagai janji setia kita dengan Allah yang bersifat aqad (ikatan) yang tidak boleh diingkari apatah lagi kalau diputuskan.
Keseluruhan tuntutan di atas adalah merupakan tugas yang dipikul oleh golongan pemuda. Tanggungjawab berat yang dipikul dalam era al-Shahwah al-Islamiyah (kebangkitan Islam) ini memerlukan kepada golongan syabab tadi melalui satu proses yang dikenali sebagai tajnid yang membawa erti memperkemaskan pemuda tadi ibarat satu kumpulan junud (tentera).
Proses ini adalah proses memupuk kefahaman yang jelas, tanzim (penyusunan) yang rapi dan amal yang mutawasil (berterusan) yang dibuat dalam bentuk tanzim ‘amal jama’i(penyusunan gerak kerja secara berjamaah). (^_^)